Tuesday, January 25, 2011

Menjadikan Petani Modern dan Profesional

Pasokan bahan pangan yang bersumber dari produk-produk pertanian sangat menunjang semua aktivitas kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan ketersediaan makanan, masyarakat dapat menjalani semua kegiatan dengan baik, bekerja dengan baik, dan para siswa juga dapat belajar dengan nyaman. Pemerintah pun dapat membangun dengan tenang tanpa perlu merasa khawatir mengalami masalah guncangan pasokan dan harga pangan.

Demikian strategisnya pertanian bagi suatu bangsa, karenanya pembangunan sektor pertanian sudah saatnya mulai berorientasi pada pengembangan sebuah sistem pertanian modern, baik dari segi teknologi peralatan maupun dari pengetahuan sektor-sektor yang terlibat di dalamnya, tanpa terkecuali petani. Pada masa pendudukan Belanda di Indonesia, sejarah pertanian Indonesia sempat mengalami masa kelam dengan adanya sistem tanam paksa atau cultuur stelsel yang diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda saat itu.

Bagi bangsa Indonesia, kebijakan pemerintah kolonial tersebut merupakan sebuah penderitaan yang sangat memberatkan. Saat itu, petani dipaksa menanam setidaknya 20 persen dari lahan mereka untuk tanaman ekspor, seperti kopi atau palawija.

Namun tidak bagi bangsa Belanda. Kebijakan yang dipaksakan ke masyarakat Indonesia ini ternyata telah mendatangkan kekayaan yang luar biasa bagi Kerajaan Belanda. Hasil pertanian dari kebijakan cultuur stelsel itu pun mampu mengubah kas keuangan negara Belanda yang semula defisit menjadi surplus.

Dengan fakta sejarah tersebut, sebenarnya bisa ditarik sebuah pelajaran bahwa sektor pertanian Indonesia yang kaya memerlukan pengelolaan yang tepat sehingga potensi pertanian ini mampu untuk mentransformasikan Indonesia menjadi negara yang maju.

“Petani sebagai ujung tombak pertanian Indonesia harus segera bermetamorfosis menjadi petani yang modern dan profesional agar dapat mengolah kekayaan alam sumber daya pertanian secara maksimal sehingga pada akhirnya mampu bersaing dengan negaranegara penghasil pertanian lainnya,” kata Bungaran Saragih, pemerhati masalah pertanian yang juga mantan Menteri Pertanian.

Pertanian modern, digambarkan Bungaran, merupakan sistem pertanian dengan skala usaha pertanian yang ekonomis, penggunaan teknlogi paling mutakhir, dengan organisasi yang modern, serta terkait dengan sektor-sektor agribisnis. “Jadi konsepnya diarahkan pada konsep agribisnis, agro-industri.

Bukan sekadar pada pola pertanian bercocok tanam,” kata Bungaran. Sejumlah negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, dan Australia, adalah negara-negara yang bisa dijadikan rujukan mengenai pembangunan pertanian mereka secara profesional dan modern.

Australia, misalnya, merupakan negara maju yang berbasis pertanian. Beberapa komoditas andalan ekspor mereka di antaranya apel, jeruk, gandum, stroberi, sapi, dan domba. Pengembangan pertanian negara tersebut dibangun dengan sangat kuat dengan dukungan pada penelitian dan pengembangan bidang pertanian, termasuk penyuluhan petanian profesional.

Kurang Sosialisasi

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Agus Nugroho Setiawan, menilai banyak pihak yang berperan dalam mentransformasikan pertanian, dari pertanian tradisional menjadi pertanian yang modern. Dari pertanian yang hanya bercocok tanam untuk mempertahankan hidup semusim atau berorientasi jangka pendek sampai pola pertanian yang berorientasi pada pasar dan orientasi jangka panjang.

“Petani kita memang sebagian besar masih menganggap pertanian hanya sekadar bercocok tanam. Titik,” kata Agus. Penyuluh memang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam membantu mentransformasikan pertanian Indonesia dari petani tradisional ke arah pertanian modern. Namun, pada dasarnya, Indonesia bukanlah kekurangan penyuluh pertanian.

Menurutnya, di lapangan banyak penyuluh pertanian yang tidak hanya berasal dari pemerintah, tetapi juga dari kalangan swasta, termasuk dari kalangan pendidikan. “Yang menjadi permasalahan adalah sosialisasi kepada petani yang masih sangat kurang sehingga petani seolah-olah belum teredukasi tentang bagaimana cara pengelolaan pertanian yang lebih modern dan profesional,” kata Agus.

Selama ini, menurutnya, banyak kajian di bidang pertanian, termasuk penelitian yang dilakukan pusat-pusat penelitian, baik swasta maupun perguruan tinggi, yang hanya berhenti pada laporan atau dalam jurnal-jurnal, namun minus diimplementasikan pada pengguna, dalam hal ini para petani. “Jadi ya sudah, petani tahunya bertani ya bercocok tanam.

Padahal bercocok tanam itu hanya bagian dari sistem pertanian,” tambah Agus. Agus juga mengingatkan bahwa keberhasilan negara-negara tetangga, seperti Th ailand, dalam pengembangan sektor pertanian adalah adanya dukungan penuh dari pihak pemerintah, dalam hal ini pihak kerajaan dalam kebijakan-kebijakan yang diambil.

“Kebijakan politik yang diambil selalu berpihak pada keberadaan petani sehingga pertanian di sana maju. Misalnya, kebijakan pendanaan bagi petani, pembangunan sarana dan prasarana.

Padahal kalau kita melihat, sebagian besar komoditas mereka berasal dari bibit Indonesia,” ujar Agus. Bungaran sepaham dengan Agus. Tranformasi sektor pertanian menjadi pertanian yang modern dan profesional jelas membutuhkan dukungan strategi kebijakan pemerintah. Tidak hanya bersifat jangka pendek, melainkan juga strategi jangka panjang.

Strategi utama untuk membangun petani yang modern dan profesional salah satunya, menurut Bungaran, adalah dengan penguatan ekonomi petani dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas sumber daya manusia diperlukan agar mereka dapat diberdayakan, bukan diperdaya oleh pasar dan para mafia ekonomi.

Menurut Agus, langkah pertama dalam penguatan ekonomi pertanian adalah reorientasi pada pendekatan produksi pertanian yang bermuara pada pendapatan petani. Sedang pada peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah dengan merancang strategi penyuluhan yang bisa tepat sasaran kepada para petani, efektif, dan efisien.
nik/L-1

Print this post

Artikel Terkait..



1 comment:

  1. Semoga Petani Menjadi Subject dari Pembangunan Negeri Ini...

    ReplyDelete